Tsa‘labah bin Hatib adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad ﷺ yang dikenal dengan kisahnya yang penuh hikmah. Ia adalah seorang Muslim yang awalnya miskin, tetapi sangat rajin beribadah. Namun, setelah mendapatkan kekayaan, ia menghadapi ujian besar dalam keimanannya. Kisahnya menjadi pelajaran bagi umat Islam tentang pentingnya bersyukur, menjaga keimanan, dan tidak lalai terhadap kewajiban agama karena harta dunia.
1. Awal Kehidupan: Seorang yang Rajin Beribadah
Tsa‘labah bin Hatib adalah seorang sahabat Nabi yang berasal dari golongan miskin. Meskipun hidup dalam keterbatasan, ia dikenal sebagai sosok yang rajin beribadah dan sering menghadiri majelis Nabi Muhammad ﷺ.
Suatu hari, Tsa‘labah datang kepada Rasulullah ﷺ dan meminta doa agar Allah memberikan kekayaan kepadanya. Ia berkata, “Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia memberiku harta kekayaan.”
Namun, Rasulullah ﷺ menasihatinya, “Sedikit tetapi engkau syukuri lebih baik daripada banyak tetapi engkau tidak mampu menunaikan kewajibannya.”
Meskipun telah dinasihati, Tsa‘labah tetap bersikeras. Akhirnya, Nabi Muhammad ﷺ pun mendoakan agar Allah memberinya kekayaan.
2. Kekayaan yang Menjadi Ujian
Doa Rasulullah ﷺ terkabul. Tsa‘labah mulai memiliki ternak yang berkembang pesat hingga menjadi kaya raya. Karena hartanya semakin banyak, ia pun mulai jarang menghadiri shalat berjamaah di masjid.
Pada awalnya, ia masih datang ke masjid sesekali. Namun, seiring bertambahnya hartanya, ia semakin sibuk mengurus ternaknya dan akhirnya tidak lagi shalat berjamaah bersama Rasulullah ﷺ.
Kemudian turunlah perintah zakat, dan Rasulullah ﷺ mengirim seorang utusan untuk meminta zakat dari orang-orang yang mampu, termasuk Tsa‘labah.
Namun, ketika utusan tersebut datang kepadanya, Tsa‘labah berkata dengan enggan, “Ini tidak lain hanyalah jizyah (pajak)!” Ia menolak untuk membayar zakat dengan alasan bahwa ia bekerja keras untuk mendapatkan hartanya sendiri.
3. Penyesalan yang Terlambat
Penolakan Tsa‘labah terhadap zakat sampai kepada Rasulullah ﷺ, dan beliau bersabda, “Celakalah Tsa‘labah!”
Sebagai hukuman atas kelalaiannya, Allah menurunkan ayat dalam Surah At-Taubah:
“Dan di antara mereka ada orang yang telah berjanji kepada Allah, ‘Jika Dia memberi kami karunia-Nya, pasti kami akan bersedekah dan menjadi orang-orang yang saleh.’ Namun setelah Allah memberikan karunia-Nya, mereka kikir dan berpaling. Maka akibatnya, Allah menanamkan kemunafikan dalam hati mereka hingga hari mereka bertemu dengan-Nya.”
(QS. At-Taubah: 75-77)
Setelah ayat ini turun, Tsa‘labah menyesal dan datang kepada Rasulullah ﷺ dengan membawa zakatnya. Namun, Rasulullah ﷺ menolaknya seraya bersabda, “Sesungguhnya Allah telah melarangku untuk menerima zakat darimu.”
Tsa‘labah sangat menyesal dan menangis, tetapi Rasulullah ﷺ tetap tidak menerima zakatnya. Setelah Rasulullah ﷺ wafat, ia kembali mencoba memberikan zakat kepada Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab, tetapi mereka juga menolaknya karena meneladani sikap Nabi ﷺ.
Akhirnya, Tsa‘labah meninggal dalam keadaan menyesal, tetapi hartanya tidak bermanfaat baginya.
4. Hikmah dari Kisah Tsa‘labah bin Hatib
Dari kisah ini, ada beberapa pelajaran berharga yang bisa kita ambil:
- Harta adalah ujian keimanan
Banyak orang merasa lebih mudah beribadah saat miskin, tetapi ketika diberi harta, mereka mulai lalai dan sibuk dengan urusan dunia. - Jangan menunda kewajiban zakat
Zakat adalah hak orang miskin yang dititipkan dalam harta orang kaya. Menolaknya berarti menolak perintah Allah. - Jangan mengingkari janji kepada Allah
Tsa‘labah awalnya berjanji akan bersedekah jika diberi kekayaan, tetapi saat diuji, ia mengingkari janjinya. - Penyesalan di akhir tidak selalu diterima
Tidak semua taubat diterima jika sudah terlambat dan disertai dengan kemunafikan.
Kesimpulan
Kisah Tsa‘labah bin Hatib menjadi peringatan bagi setiap Muslim agar tidak terbuai dengan kekayaan hingga lalai dalam menjalankan kewajiban agama. Harta seharusnya menjadi alat untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah, bukan malah menjauhkan kita dari-Nya. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari kisah ini dan senantiasa menjaga keimanan kita dalam setiap keadaan.
Wallahu a‘lam.










